Khutbah Jumat: Menjadi Produktif Dengan Mengingat Mati
Oleh: Saripudin Hidayat, S.Kom.
Assalamualaikum Wr. Wb.
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِى اَنْعَمَنَا
بِنِعْمَةِ اْلإِيْمَانِ والصِّحَّةِ . اَشْهَدُ اَنْ لاَّ اِلهَ اِلاَّ
اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ . وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ
وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ . اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا
مُحَمَّدٍ وَّعَلَى ألِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ وَّالاَهُ .
اَيُّهَا الْخَاضِرُوْنَ . اتَّقُوا
اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ
الْكَرِيْمِ . اَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ :

Hadirin Sidang Jum’at
Rahimakumullah,
Jika kita mencoba bertanya
kepada para sepuh, orang-orang yang sudah lama menjalani kehidupan ini, tentang
masa muda mereka. Barangkali mereka akan menjawab “ya, masa muda yang saya
alami serasa baru kemarin”. Alangkah cepatnya waktu berlalu. Panggung kehidupan
ini begitu cepat berganti aktor dan lakon cerita didalamnya. Pun demikian
dengan kematian, alangkah tiba-tibanya ia menghampiri manusia. Ia tidak pernah
pandang bulu, mengambil yang kaya atau yang miskin, menjemput yang muda atau
yang sudah tua, merenggut yang sakit bahkan yang masih sehat sekalipun. Semua
dihampirinya jika memang telah waktunya. Maka di setiap tarikan nafas yang
masih tersisa, marilah kita menyadari bahwa sesungguhnya kita termasuk
orang-orang yang masih diberi waktu.
Kematian adalah suatu bentuk ketiadaan, kebinasaan akibat terpisahnya ruh dari jasad. Maka adalah wajar jika manusia merasa takut menghadapinya, walaupun tentu saja tetap tidak akan mampu menghindar daripadanya. Lantas hikmah apa yang dapat kita petik dari kematian itu sendiri? Untuk mengetahui jawabannya, mungkin ada baiknya kita berfikir secara paradoks, menemukan hakikat hidup terlebih dahulu, karena kehidupan adalah lawanan daripada kematian. Untuk mengetahui hakikat mati, maka kita hendaknya mengetahui hakikat hidup.
Allah SWT berfirman
dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzaariyaat ayat 56:
لِيَعْبُدُونِ إِلاَّ وَاْلإِنْسَ الْجِنَّ خَلَقْتُ وَمَا
Yang artinya: “Dan
tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku”. Jika
menelaah secara mendalam ayat ini, maka sesungguhnya tugas hidup kita di dunia
ini amat berat, yaitu beribadah (menghambakan diri). Ayat Qur’an ini memberikan
sebuah penekanan yang sangat kuat mengingat tinjauan kata kecuali
mengisyaratkan sebuah pesan untuk mengutamakan perintah beribadah dan tidak
untuk yang selain itu. Jadi jelaslah hakikat hidup kita didunia ini adalah
untuk beribadah.
Kemudian muncul
pertanyaan, jika memang hidup ini adalah untuk ibadah, lantas apakah aktifitas
selain ibadah itu tetap bernilai dalam pandangan Allah. Sementara sebagian
besar aktifitas kita tidak ditujukan untuk itu. Sebagian besar kita
menghabiskan waktunya dalam dua puluh empat jam sehari semalam, lebih banyak
untuk urusan pangan, sandang dan papan. Pendek kata lebih banyak untuk urusan
pekerjaan. Jawabannya tentu dengan menelaah kembali definisi ibadah itu sendiri
dan bagaimana agar aktifitas kita bisa bernilai ibadah.
Hadirin Sidang Jum’at
Rahimakumullah,
Ibadah secara bahasa
berarti merendahkan diri serta tunduk. Sedangkan menurut syara’ (terminologi),
ibadah adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah
dan diridhoi-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi
(batin) maupun yang nampak (lahir) dalam bingkai ketaqwaan. Jadi ibadah dalam
arti luas tidak selalu berupa rutinitas syariat seperti shalat, puasa, zakat
dan haji saja (ibadah mahdloh). Namun,
aktifitas selain rutinitas syariat (ghoir mahdloh/muamalah) hanya akan bernilai
ibadah jika memenuhi empat kriteria, yang merupakan fungsi manajemen secara
syariat, yaitu:
Pertama, Planning. Fungsi planning dalam manajemen secara syariat berarti meniatkan dan merencanakan pekerjaan untuk mencari ridho Allah SWT. Awalilah setiap aktivitas kita dengan doa atau minimal dengan membaca basmallah, insyaallah tercapai keridhoan Allah SWT karenanya.
Kedua, Organizing.
Fungsi organizing dalam manajemen secara syariat berarti mengorganisir cara
kerja kita agar sesuai dengan tuntunan syariat islam.
Ketiga, Actuating.
Fungsi actuating dalam manajemen secara syariat berarti mengaktualkan bidang
kerja kita pada hal-hal yang halal serta baik (toyib).
Keempat, Controlling. Fungsi controlling dalam manajemen secara syariat berarti
mengendalikan kinerja kita agar senantiasa memberi manfaat berupa kebajikan,
kesejahteraan, kemaslahatan bagi diri sendiri dan sesama atau dalam istilah
agama menjadi rahmatan lil alamin.
Dari definisi tersebut
diatas, maka dapat dikatakan bekerja untuk mencari nafkah dan mengembangkan
profesipun dapat bernilai ibadah jika memenuhi empat fungsi manajemen secara
syariat. Allah SWT telah sangat jelas memberikan perintah untuk tidak berpangku
tangan dalam mengisi kehidupan ini melalui sebuah firman-Nya dalam Qur’an surat
Al-Jumu’ah ayat 10 :

Yang artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka
bertebaranlah kamu di permukaan bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah
Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung”.
Hadirin Sidang Jum’at
Rahimakumullah,
Lantas apa kaitan dari
tema mengingat kematian ini dengan kondisi kita selaku masyarakat industrialis.
Bagaimana mungkin produktifitas dicapai dengan mengingat kematian? Kematian
yang identik dengan kebinasaan sesungguhnya mampu memacu produktifitas kerja.
Islam mengajarkan umatnya untuk selalu mengingat mati, tentunya dengan
maksud-maksud yang positif, bukan agar kita menjadi lemah dan patah semangat,
melainkan agar kita sadar bahwasanya hidup kita ini singkat.
Karenanya, janganlah kita sia-siakan kehidupan dunia ini untuk sesuatu yang tidak bermanfaat, baik dalam hal ukhrowi maupun hal duniawi. Orang yang mengingat mati dengan cara yang benar akan merasa rugi jika waktunya tidak digunakan untuk berbuat kebajikan dan melakukan hal-hal yang produktif. Ingat mati yang positif akan menimbulkan semangat juang untuk memberikan yang terbaik. Sehingga dapat ditarik kesimpulan tentang hikmah mengingat mati bagi produktifitas yaitu:
1) Untuk menyadarkan kita agar menjauhkan diri
dari sikap malas dan menunda-nunda pekerjaan, karena kematian datang tidak
pernah main-main;
2) Dan waktu kita sangat terbatas jika dibandingkan dengan tugas yang harus kita selesaikan. Target-target prestasi yang ingin kita capai akan dibatasi oleh jatah umur dari Allah, yang kita sendiri tidak tahu kapan jatah itu akan berakhir;
3) Disertai kesadaran bahwa setiap aktifitas kita di dunia ini harus kita pertanggungjawabkan di akhirat kelak.
2) Dan waktu kita sangat terbatas jika dibandingkan dengan tugas yang harus kita selesaikan. Target-target prestasi yang ingin kita capai akan dibatasi oleh jatah umur dari Allah, yang kita sendiri tidak tahu kapan jatah itu akan berakhir;
3) Disertai kesadaran bahwa setiap aktifitas kita di dunia ini harus kita pertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Jika bekerja bisa
bernilai ibadah, maka sudah sepantasnya kita sebagai muslim menjadi produktif
dalam bekerja. Agar kematian yang kelak menghampiri kita bermakna, maka hidup
ini harus kita buat sedinamis mungkin dan tentunya pada bagian akhir mencapai
tujuan diadakannya hidup yaitu beribadah kepada Allah, termasuk didalamnya
dengan bekerja secara jujur, profesional dan produktif.
Oleh karenanya,
pandai-pandailah kita membagi orientasi. Adanya saatnya dimana kita tenggelam
dalam kehidupan dunia, lain saat kita memfanakan diri, bertaqorub mendekatkan
diri kepada Allah SWT. Mudah-mudahan, pergi pagi dan pulang sorenya kita
didalam bekerja, bisa menjadi bagian dari bekal kita beribadah kepada Allah
SWT!
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ . وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ . وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ . اَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا . وَاَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَآئِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ . فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ .-------